BP unyuunyuu :D

Bill & Hillary Clinton Aku
Bersaing di Pentas Politik |
![]() |
Sejak kecil, keduanya berambisi menjadi politikus ulung. Meski berasal dari partai yang berseberangan, cinta mempersatukan visi politik mereka. Cinta pula yang membuat keduanya bertahan menghadapi berbagai skandal yang melanda rumah tangga mereka. |
Cita-cita Hillary sendiri lebih tinggi dari itu. Mungkin, karena ia berasal dari Negara Bagian Philadelphia yang sudah maju dan makmur. Ia ingin menjadi politikus yang bisa memperjuangkan persamaan hak dalam segala bidang bagi kaum wanita Amerika, yang waktu itu masih dianggap sebagai warga negara kelas dua. Selain itu, bercermin dari masa kecil ibunya dan masa kecilnya sendiri, ia juga ingin memperjuangkan kehidupan yang lebih layak dan bahagia bagi anak-anak.
Uniknya, setamat SMA di Maine South, Hillary justru melanjutkan ke Wellesley College, yang khusus untuk anak perempuan. Mulanya ia memberontak, karena dianggapnya hal itu bertentangan dengan ambisinya untuk memajukan kaum perempuan. Apalagi, teman-temannya di college tersebut banyak yang berasal dari keluarga kelas atas yang terbiasa berlibur ke Eropa setiap musim panas, dan fasih bicara dalam bahasa Prancis, Spanyol, Jerman, dan sebagainya. Padahal, saat itu Hillary paling jauh cuma berlibur ke Kanada, dan hanya bisa berbahasa Inggris.
Awalnya Hillary merasa minder dan bodoh dibanding teman-temannya di Wellesley. Namun, lama-kelamaan, ia justru sangat menikmatinya, terutama karena pendidikan di Wellesley memang terkenal bermutu. Dalam waktu singkat, ‘si anak bodoh’ itu berhasil menampilkan kecerdasannya yang di atas rata-rata, dan langsung menjadi bintang di Wellesley. “Karena tak ada anak laki-laki, kami justru bisa lebih berkonsentrasi dalam belajar. Kami tak perlu direpotkan dengan urusan berdandan untuk memikat anak laki-laki,” tulis Hillary dengan jenaka.
Setamat dari college, Bill mendapat beasiswa dari Rhodes untuk menimba ilmu selama dua tahun di Universitas Oxford, Inggris, untuk mempelajari ilmu politik. Selama kuliah di Georgetown, Bill memang berhasil mengembangkan hubungan baik dengan sejumlah tokoh politik terkenal, antara lain dengan Senator William J. Fullbright , yang kelak mendirikan Yayasan Fullbright yang terkenal itu. Senator Fullbright adalah salah seorang yang ikut memberi rekomendasi untuk Bill dalam aplikasinya untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Itulah pula kali pertama Bill Clinton pergi ke luar negeri. Di kemudian hari, langkah Bill di dunia politik banyak mendapat dukungan dari Senator Fullbright.
Setamat dari Wellesley College, Hillary melanjutkan ke Fakultas Hukum Universitas Yale. Karena memang cerdas, Hillary berhasil diterima di Harvard dan Yale, dua dari universitas-universitas papan atas di Amerika yang biasa disebut sebagai ‘The Ivy League’. Awalnya, ia memang sempat bingung antara memilih Yale atau Harvard, karena keduanya sama-sama sangat bergengsi dan dianggap sebagai dua kompetitor kuat. Ketika sedang bingung itulah Hillary bertemu dengan salah seorang guru besar Harvard. Hillary lantas mengemukakan kebingungannya. Sang guru besar dengan dingin menjawab, “Tak ada kompetitor bagi Harvard. Kamilah yang terbaik. Lagi pula, sudah terlalu banyak wanita di Fakultas Hukum Harvard. Cuma bikin tambah bising saja. ” Seketika itu pula Hillary menjatuhkan pilihannya pada Universitas Yale!
Bisa diduga, Hillary pun langsung menjadi bintang di Yale. Selain mendalami ilmu hukum dan merintis jalan menjadi pengacara umum, Hillary juga aktif dalam kegiatan-kegiatan advokasi untuk membela dan melindungi anak-anak secara hukum. Ia sering membantu kasus anak-anak yang mengalami penyiksaan dalam keluarga, anak-anak yang terlibat dalam narkoba, dan anak-anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya. Kecintaan dan kepedulian Hillary pada anak-anak memang berjalan konstan, bahkan terus berlanjut hingga ia menjadi first lady. Kepedulian itulah yang memicunya untuk menulis buku yang berjudul It Takes a Village, yang berisi pemikiran-pemikirannya untuk menciptakan dunia yang lebih baik untuk anak-anak di Amerika dan di dunia. Buku tersebut terbit tahun 1996, pada saat ia menjadi first lady di Gedung Putih.
Setelah menjalani beasiswa selama dua tahun di Oxford, Bill Clinton kembali ke Amerika. Karena ingin menjadi politikus, ia lalu melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Yale, tempat Hillary belajar. Di Amerika, karier sebagai politikus umumnya memang dimulai dengan menjadi pengacara. Di Yale, Bill merupakan adik kelas Hillary. Hillary setahun lebih dulu masuk Yale.
Kehadiran Bill yang ramah, luwes, cerdas, dan tampan langsung menarik perhatian para mahasiswa Yale. Apalagi saat itu ia baru lulus dari Oxford, yang tak kalah bergengsi.
Dalam memoarnya, Hillary menulis, “Kehadiran Bill, ‘Si Orang Selatan’ menjadi bisik-bisik di kalangan mahasiswi. Aku jadi penasaran. Suatu kali aku melihatnya sedang asyik ngobrol dengan teman-temannya di halaman kampus. Ternyata, dia lebih mirip dengan orang Viking ketimbang seorang lulusan Oxford. Wajahnya penuh bulu, dengan rambut gondrong dan jenggot yang lebat. Sekilas aku mendengar pembicaraannya. Ternyata, Bill sedang mempromosikan buah melon yang dihasilkan Arkansas, yang ukurannya memang terkenal besar-besar. ”
No comments:
Post a Comment